Jumat, 15 Maret 2013

Sistem Prosedur Impor Barang (Costum Clearance System)


Sistem Prosedur Impor Barang
(Custom Clearance System)
Created by:
F. Tiara Sanelin
and other source

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan Importir.
Ketentuan 
1.       Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya, dan telah diubah beberapa kali dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia yang terbaru;
2.      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 753/MPP/Kep/11/2002 tentang Standarisasi & Pengawasan Standar Nasional Indonesia;
3.      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 141/MPP/Kep/3/2002 tanggal 6 Maret 2002 tentang Nomor Pengenal Importir Khusus;
4.     Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 550/MPP/Kep/10/1999 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia 40/MPP/Kep/1/2003 tentang Angka Pengenal Importir.

Semua barang yang masuk ke Indonesia harus mengalami proses persetujuan oleh Bea Cukai dan kemudian  dikenakan bea cukai dan pajak lain yang berkaitan dengan impor kecuali jika secara hukum yang berlaku barang tersebut  dibebaskan  untuk tidak membayar bea. Ada beberapa langkah yang terkait dengan Prosedur Impor  :
1. Prosedur untuk masuk sebelum izin
Barang impor dapat dikatakan sah secara hukum masuk setelah kedatangan kapal melalui  batas-batas pelabuhan masuk.  Begitu  kapal datang, Master atau agen nya wajib mengajukan Deklarasi Umum mencakup semua kargo dan perlengkapan di kapal ke Kantor Pelayanan Bea Cukai paling lambat per  tanggal kedatangan, kecuali jika barang dating pada hari Minggu dan Hari Libur, pengajuan  harus dilengkapi dengan informasi berikut:
·     Nama dan bendera kapal dan juga nama tuannya;
·     Negara Asal, tempat (s) dan pembebanan / keberangkatan;
·     Jumlah, tanda, penomoran, dan deskripsi lain dari kemasan barang, termasuk berat dan volume (isi kubik);
·     Jenis dan jumlah barang yang tidak dikemas.
Setelah melaporkan isi kapal ke Kantor Pelayanan Bea Cukai, barang dapat dibongkar di dermaga resmi dan tempat (tempat pendaratan disetujui), atau pada tempat lain yang berwenang sesuai dengan permintaan dari carrier

2. Pemberitahuan
Barang bisa dinyatakan sebagai miliknya oleh importir atau bisa di atas namakan broker pabean. Pemberitahuan  dimaksudkan untuk mendapatkan clearance barang untuk  langsung digunakan  atau impor sementara harus melakukan hal sebagai berikut:
·     untuk mengajukan deklarasi pengimpor (PIB), bersama dengan dokumen pendukung yang relevan seperti: faktur komersial, tagihan saluran napas atau B / L, packing list, dll;
·     untuk membayar bea masuk dan pajak;
·     untuk memastikan keakuratan untuk khusus dalam PIB seperti antara lain: klasifikasi atau HS / Kepabeanan kode, nilai custosm, dll

3. Impor Deklarasi
Deklarasi harus dibuat pada formulir deklarasi impor disebut “Impor Deklarasi” (PIB) yang harus diajukan ke  Kantor Pelayanan Bea Cukai selama jam kantor.
Setelah Pemberitahuan di submit,, barang  diizinkan untuk disimpan di gudang sementara   (gudang atau ruang terbuka)  pelabuhan  untuk jangka waktu maksimal 2 bulan, dimulai sejak tanggal pembongkaran, namun di Tanjung Priok, periode maksimum penyimpanan sementara hanya 1 bulan. Barang-barang yang belum di clearance dalam waktu yang ditentukan akan dianggap sebagai barang tidak diklaim di mana Bea Cukai berwenang untuk menghapus, menghancurkan, ekspor ulang, atau menjual barang-barang tersebut melalui lelang.
Dalam hal barang tidak di klaim  dalam waktu satu tahun dan jika importir tidak melunasi biaya yang dikeluarkan untuk pemindahan dan penyimpanan barang, maka Bea Cukai berwenang untuk menjual barang tersebut secara lelang atau melepaskan barang seperti diputuskan oleh Menteri Keuangan.
Hasil penjualan tersebut digunakan untuk menutupi bea masuk, pajak dan biaya lainnya. Jumlah tersebut akan dikembalikan kepada importir jika klaim dibuat dalam jangka waktu 3 tahun dimulai dari tanggal penyimpanan di Gudang Bea Cukai. Jika tidak diklaim akan dimasukan sebagai pendapatan Negara.

4. Dokumentasi
PIB antara lain memerlukan informasi berikut:
·     nama, pekerjaan dan alamat pemberitahu;
·     nama pembawa dan tuannya;
·     negara asal;
·     tempat di mana barang disimpan (gudang, ruang terbuka, gudang, dll);
·     kualitas, deskripsi barang untuk tujuan klasifikasi dan penilaian.
PIB harus dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti faktur, bill of lading,  asuransi, daftar pengepakan, lisensi impor untuk jenis barang tertentu.

5. Pemeriksaan Barang Impor
Pemeriksaan biasanya dilakukan  di tempat yang ditentukan secara hukum selama jam kerja. Ruang lingkup pemeriksaan biasanya hingga 10%, namun ketika suatu pelanggaran terdeteksi, pemeriksaan menyeluruh akan dilakukan.
Pemberitahu bertanggung jawab untuk bongkar muat, membongkar, mengemas, dan menyediakan fasilitas lainnya yang diperlukan untuk pemeriksaan barang. Ketika dalam pemeriksaan terdapat perbedaan, sampel barang dapat diekstraksi untuk klasifikasi yang tepat dan penilaian nilai, bea, dan pajak atau untuk tujuan lain sebagaimana mungkin ditentukan oleh Bea Cukai.

6. Penilaian Barang yang kena Bea Cukai
Bea diklasifikasikan sebagai ad valorem dan spesifik. Sebuah tugas ad valorem adalah persentase yang diterapkan pada nilai yg kena bea cukai dari barang impor. Sedangkan tugas tertentu adalah jumlah yang ditentukan per unit berat, gauge atau pengukuran lain kuantitas, misalnya Rp.10, 000.00 per kilogram di bawah sistem matrix.

7. Pembayaran Bea Masuk
        Pembayaran bea dan pajak untuk barang impor harus dilakukan melalui bank devisa. Adapun barang yang dibawa oleh penumpang yang datang dari luar negeri yang tidak memenuhi kriteria sebagai barang komersial, pembayaran bea dan pajak dapat dilakukan pada Kantor Pelayanan Bea Cukai di bandara. Penumpang akan diberikan tanda terima di tempat untuk tugas dibayar. Setiap kelebihan pembayaran bea dikembalikan dan kurang bayar adalah tagihan.

8. Rilis Barang
Barang impor utama harus dilepaskan segera, namun, ketika suatu pelanggaran terdeteksi, pemeriksaan ulang menyeluruh akan dilakukan oleh Bea Cukai. Pelepasan barang akan dikenakan prosedur kepabeanan normal. Dalam hal nilai barang impor tidak dapat dinilai segera karena kebutuhan analisis laboratorium, Bea Cukai dapat mengizinkan pelepasan barang setelah mengambil sampel atau memperoleh dokumentasi teknis rinci dan pengimpor atau pemberitahu telah mengajukan jaminan untuk menjamin pembayaran setiap bea masuk tambahan dan pajak mungkin akan dikeluarkan.

9. Barang Rusak, Hancur atau Lupa
Menteri Keuangan diberi kuasa untuk menghapus keseluruhan atau sebagian tugas dibayarkan pada barang-barang terkena bea impor yang tidak dapat dihindari oleh kecelakaan atau hilang, rusak atau hancur pada setiap saat setelah kedatangan  dalam batas dan sebelum penghapusan dari kontrol Bea Cukai.

10. Impor Sementara
    Untuk memfasilitasi perdagangan, Bea Cukai telah menyediakan fasilitas untuk impor sementara. Fasilitas ini memungkinkan importir untuk mengimpor barang untuk sementara waktu tanpa pembayaran kewajiban dalam kondisi, dalam jangka waktu tertentu, barang harus diekspor kembali. Jika tidak, barang akan dianggap sebagai permanen diimpor atau digunakan  dan importir wajib membayar bea dan pajak yang dikeluarkan serta denda sebesar 100% dari bea cukai dibayar.
·  Barang yang memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas masuk sementara tersebut adalah sebagai berikut:
·     Barang digunakan untuk seminar dan sejenisnya;
·     Barang digunakan untuk tujuan hiburan umum;
·    Barang digunakan oleh para ahli untuk penelitian, pendidikan, tujuan agama, dan budaya, dan untuk membuat film / film;
·     Wadah yang digunakan untuk mengangkut barang berulang kali;
·     Barang digunakan untuk sampel, model atau cetakan;
·     Artikel yang digunakan untuk permainan;
·     Kendaraan atau sarana transportasi yang digunakan oleh wisatawan sendiri;
·     Artikel yang digunakan untuk operasi pengeboran minyak;
·     Artikel yang akan diperbaiki, direkondisi, dimodifikasi, diuji atau dipertahankan;
·     Binatang hidup digunakan untuk hiburan publik, pelatihan, berkembang biak atau sejenisnya.



Comment? Pleasure :)

Kamis, 14 Maret 2013

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPh PASAL 23)


PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
(PPh PASAL 23)

A.    Dasar Hukum
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

B.     Pengertian PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.

C.    Pemotong PPh Pasal 23
1.      Badan Pemerintah
2.      Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3.      Penyelengara Kegiatan
4.      Bentuk Usaha Tetap
5.      Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
6.      Orang Pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

D.    Subjek Pajak
1.      WP dalam negeri
2.      Bentuk Usaha Tetap (BUT)

E.     Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 23
1.      15% dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus dan selanjutnya
2.      2% dari jumlah bruto : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya.

F.     Tarif Lebih Tinggi Bagi yang Tidak Memiliki NPWP
Tarif lebih tinggi 100% dari pada tarif normal menurut pasal 23 ayat (1) UU PPh.

G.    PPh Pasal 23 untuk Jenis Jasa Lain
Diatur Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan.

H.    Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU PPh (PER-70/PJ/2007)
1.      Dipotong dengan tarif PPh sebesar 15%
2.      Jenis imbalan jasa yang dipotong PPh
3.      Obyek yang telah dikenakan PPh final tidak dipotong PPh lagi
4.      Dasar perkiraan penghasilan neto


Tabel 1.5
Perkiraan Penghasilan Neto Atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta
No.
Jenis Penghasilan
Perkiraan Penghasilan Neto
(1)
(2)
(3)
1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian bertulis ataupun tidak tertulis.
10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
2.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
30% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Tabel 1.6
Perkiraan Penghasilan Neto Atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Kontruksi, Jasa Konsultansi, dan Jasa Lain-Lain
No.
Jenis Jasa
Perkiraan Penghasilan Neto
(1)
(2)
(3)
I.
1. Jasa Teknik
30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
2.Jasa Manajemen
3.      Jasa Konsultasi, kecuali konsultasi konstruksi
II.
1.      Jasa Pengawasan Konstruksi
262/3% dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN
2.      Jasa Perencanaan Konstruksi
III
Jasa Lain:
1.Jasa Penilai
30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
2.Jasa aktuaris
3.Jasa Akuntansi
4.Jasa Perancang
5.Jasa Pengeboran (Jasa Drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan bentuk usaha tetap
6.Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7.Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
8.Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
9.Jasa penebangan hutan
10.Jasa pengolahan limbah
11.Jasa penerima tenaga kerja
12.Jasa perantara
13.Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh bursa efek, KSEI, dan KPEI
14.Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15.Jasa pengisian suara
16.Jasa mixing film
17.Jasa sehubungan sofware komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
18.Jasa instalasi dan pemasangan:
a.Jasa instalasi/pemasangan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel;
b.Jasa instalansi/pemasangan peralatan;
kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
19.Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan:
a. mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel
b.peralatan
c.alat-alat transportasi/kendaraan
c.bangunan
kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin /sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
20.Jasa pelaksanaan konstruksi termasuk:
a.Jasa perawatan pemeliharaan/perbaikan bangunan
b.Jasa instalasi/pemasangan peralatan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel; sepanjang masa tersebut dilakukan oleh WP yang mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
131/3% dari jumlah imbalan yang dibayarkan selanjutnya, temasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN
21Jasa Maklon
20% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
22.Jasa penyelidikan dan keamanan
23.Jasa penyelenggaraan kegiatan/even organizer
24.Jasa pengepakan
25.Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruangan atau media lain untuk penyampaian informasi.
10% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
26.Jasa pembasmian hama
10% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
27.Jasa kebersihan/cleaning service
28.Jasa catering
10% dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk pemberian dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN
5.Pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta jasa lainnya
I.     Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 UU PPh (PMK.224/PMK.03/2008)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-244/PMK.03/2008, tanggal 31 Desember 2008, tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c, angka 2 UU PPh.

J.WP Orang Pribadi sebagai Pemotong PPh Pasal 23
1.      Orang pribadi sebagai WP dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong PPh Pasal 23.
2.      Menurut KEP DPJ No.50/PJ/1994:
a.       WP sebagai akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akte tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
b.      WP orang pribadi penerima uang sewa
c.       Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang telah terdaftar sebagai WP

K. Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2.      Sewa guna usaha dengan hak opsi
3.      Dividen menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen menurut Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
4.      Bagian laba menurut Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh
5.      Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

L.     Saat Pemotongan PPh Pasal 23
a.       Pada akhir bulan dilakukannya pembayaran\
b.      Pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, bergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu (PP 138 Tahun 2000)

M.   Penyetoran PPh Pasal 23
Dilakukan peling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Pasal 23 terjadi.

N.    Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

O.    Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada WP Orang Pribadi atau WP Badan yang dibebani membayar PPh Pasal 23.


Comment? Pleasure :)